makkatul mukarromah 2016

makkatul mukarromah 2016

05/12/10

HIBAH 1 MILIAR


Hibah 1 Miliar Dolar AS Untuk Pendidikan Dasar
By Republika Newsroom
Jumat, 06 November 2009 pukul 13:48:00
CIANJUR--Pemerintah Indonesia akan menerima hibah sekitar 1 miliar dolar Amerika Serikat untuk periode 2010-2014 mendatang atau setara dengan Rp 1 triliun. Dana hibah berasal dari European Commission sebesar 400 juta euro dan Australia Aids sebesar 400 juta dolar Australia.

''Dana yang seluruhnya hibah tersebut untuk pendidikan dasar.Ini sangat monumental karena jumlahnya tidak sedikit,'' kata Deputi Bidang Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional, Nina Sardjunani saat media gathering di Puncak, Cianjur Jawa Barat, Jumat (6/11).

Nina menjelaskan hibah tersebut saat ini sedang diproses dan mengacu pada rencana strategis Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama.''Perencanaan dan penganggaran berbasis pada kinerja,'' kata dia.

Sasaran dana hibah tersebut khususnya untuk menopang program wajib belajar sembilan tahun yang dicanangkan oleh pemerintah. Sekitar 40 juta siswa sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) serta siswa sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah.

Di sisi lain pemerintah dalam anggaran pendapatan dan belanja negara 2010 mendatang tetap mengalokasikan dana sebesar 20% dari total APBN yang besarnya diperkirakan Rp 1.034 triliun. Atau sekitar Rp 207 triliun diantaranya untuk belanja pendidikan.

Dan sekitar Rp 19 triliun diantara dana belanja pendidikan akan dialokasikan untuk mendukung program wajib belajar sembilan tahun melalui bantuan operasional sekolah (BOS).''Terutama untuk siswa di MI.karena sebagian besar siswa miskin ada di madrasah dan kita konsern terhadap itu,'' kata dia.

Dari seluruh total siswa di tingkat sekolah dasar, kata Nina, 10% nya berada di MI. Sedangkan 20% dari siswa tingkat sekolah menengah pertama berada di MTs.

Dukungan dana dari alokasi belanja pendidikan 2010 ditambah dengan hibah diharapkan sejalan dengan rencana pemerintah untuk menangani masalah pendidikan dasar.''Untuk anak usia 7-12 tahun dan anak usia 13-15 tahun sudah bisa tertangani sampai tahun 2014,'' kata Nina.  fia/ahi

BUDI DAYA IKAN


ITB Kembangkan Sistem Budidaya Ikan di Lahan Sempit
Jumat, 16 Juli 2010 12:08 WIB     
BANDUNG--MI: Mahasiswa Sekolah Ilmu Teknologi Hayati ITB mengembangkan sistem resirkulasi air yang memungkin petani mengembangkan budidaya ikan pada lahan sempit.

Menurut Agus Manadi, mahasiswa yang terlibat dalam pengembangan itu, seperti dikutip dari laman itb.ac.id, Jumat (16/7), perangkat yang dikembangkan mereka ditujukan untuk budidaya ikan pada kondisi air yang terbatas dan lahan sempit.

Melalui alat itu, kata dia, air bisa diputar hingga tujuh bulan dan untuk pemenuhan kadar oksigen pada air, cukup menggunakan aerator. "Jadi benar-benar irit air. Kalau airnya berkurang karena menguap, bisa ditambah. Tapi tidak akan banyak," kata dia.

Sirkulasi air dimulai dengan sebuah motor sederhana untuk mengalirkan air pada tempat yang lebih tinggi. Selanjutnya, biar tenaga alam gravitasi yang bekerja.

Setelah dinaikkan melalui empat pipa yang disebut dengan water lift, air langsung disaring menggunakan karbon aktif dan busa karbonat.

Agar lebih bersih, air dialirkan ke penyaringan ke dua yang terletak di antara kedua drum. Bahan penyaring sama, karbon aktif.

Kemudian, untuk menstabilkan bakteri, air yang telah melewati dua kali penyaringan tersebut dialirkan ke sebuah biofilter. Tidak jauh berbeda dengan saringan yang pertama, biofilter hanya menggunakan kalsium karbonat. "Di sini, bakteri akan disaring dan mengalami nitrifikasi," kata Agus.

Selanjutnya, air akan jatuh secara alami ke drum pertama. Berdasarkan prinsip tekanan, air akan mengalir ke drum kedua dan kembali dilakukan proses water lift. "Yang perlu dilakukan adalah sesekali mencuci batu-batu pada saringan," ujarnya.

Menurut Agus, walaupun alat peraga mereka berupa drum, perangkat yang mereka kembangkan itu bisa menggunakan skala yang lebih besar untuk hasil yang lebih maksimal.

Dia mengatakan sistem yang dikembangkan itu telah dimanfaatkan beberapa petani ikan di Ciamis dan Lampung. (Ant/OL-9)

ONGKOS NAIK HAJI


ICW: Ongkos Naik Haji Harusnya US$3.000
Kamis, 22 Juli 2010 15:12 WIB     
JAKARTA--MI: Ketetapan Ongkos Naik Haji (ONH) tahun 2010, yang harus dibayar oleh para jemaah haji senilai US$3.342 dinilai Indonesia Corruption Watch (ICW) sebagai sebuah kebohongan besar dan manipulasi yang terjadi untuk kesekian kalinya.

Menurut koordinator monitoring anggaran ICW, Firdaus Ilyas, ongkos naik haji tahun 2010 justru mengalami peningkatan yakni sebesar US$330. Karena seharusnya masing-masing jemaah haji hanya membayar US$3.000.

Firdaus Ilyas menambahkan, dalam kurun waktu 4 bulan, BPIH dan Komisi VIII DPR serta Kementerian Agama melakukan rapat guna membahas permasalahan tersebut. Namun tidak ada kesepakatan ideal yang menguntungkan jemaah.

Perampokan uang jemaah pun dapat terjadi jika dilihat dari banyaknya biaya bunga yang mencapai hampir Rp600 miliar lebih. Kelebihan ini bisa saja digunakan untuk biaya operasional lainnya, ataupun honor berbagai pihak terkait. (Metrotv/OL-9)

02/12/10

DOKTOR KHOIRUL ANWAR


LONDON--MI: Doktor Khoirul Anwar, Wakil Ketua Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4), meraih penghargaan best paper kategori 'Young Scientist' pada IEEE VTC 2010-Spring, Taiwan, dan karyanya dipatenkan di Jepang.

Achmad Adhitya, M.Sc., Ph.d. Student-University of Leiden, Netherlands and Netherlands Institute of Ecology (NIOO-KNAW) dalam keterangannya, Rabu (26/5), menjelaskan bahwa IEEE adalah asosiasi profesional terbesar bidang elektro dan informasi.

Dikatakannya konferensi yang dihadiri kurang lebih 1.000 ahli telekomunikasi, profesor, dan doktor dari seluruh dunia bertujuan untuk mendorong peningkatan teknologi dan ilmu pengetahuan untuk kepentingan masyarakat luas.

Ia menegaskan bahwa Khoirul merupakan salah seorang wakil ketua di Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4) yang mendapatkan penghargaan best paper untuk kategori 'Young Scientist'.

Paper assistant professor di Japan Advanced Institute of Science and Technolgy (JAIST) yang berjudul Chained Turbo Equalization for Single Carrier Block Transmission Without Guard Interval telah dipatenkan di Jepang. "Dan, ini merupakan paten kedua selepas dia meraih gelar doktor dari Nara Institute of Science and Technology (NAIST) Jepang 2008," katanya.

Ia mengatakan bahwa sebuah perusahaan besar di Jepang telah membelinya awal Januari lalu, dan royalti pertama patennya itu diberikan kepada orang tuanya di Indonesia.

Konferensi yang bergengsi tersebut berkesimpulan bahwa saat ini para ilmuwan telekomunikasi didesak untuk segera mengembangkan teknologi telekomunikasi yang ramah lingkungan, di antaranya teknologi yang mampu mencapai shannon limit, energi sedikit, namun kemungkinan kesalahan (error) juga sedikit.

Doktor Khoirul Anwar berharap ke depan para ilmuwan di Indonesia lebih banyak mengambil kesempatan untuk bergabung dan berkontribusi dalam konferensi-konferensi internasional serupa sehingga dapat terus meng-update teknologi terbaru yang ramah lingkungan serta semakin murah dan mudah. (Ant/wt/OL-02)

TIGA TOKOH PENDIRI LIRBOYO KEDIRI


BIOGRAFI  SINGKAT
3 TOKOH PENDIRI DAN PENERUS
PONDOK PESANTREN LIRBOYO KEDIRI
KH. ABDUL KARIM
Beliau ( KH.ABDUL KARIM ) dilahirkan pada tahun 1856, di sebuah desa terpencil bernama Diyangan Kawedanan Mertoyudan Magelang Jawa Tengah. Nama kecil beliau adalah Manab, beliau putra ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Kyai Abdur Rahim dan Nyai Salamah. Pada saat Manab kecil berusia 14 tahun, mulailah beliau melakukan pencarian ilmu agama, daerah pertama yang beliau tuju adalah desa Babadan Gurah Kediri, lantas beliau meneruskan pengembaraannya di daerah Cepoko, 20 km arah selatan Nganjuk, beliau menuntut ilmu kurang lebih selama 6 Tahun. Selanjutnya pindah lagi ke Pesantren Trayang, Bangsri, Kertosono Nganjuk Jatim, disinilah beliau memperdalam pengkajian ilmu Al-Quran, beberapa tahun kemudian beliau teruskan pengembaraannya dalam tholabul ilmi di Pesantren Sono sebelah timur Sidoarjo, sebuah pesantren yang terkenal dengan ilmu Shorofnya, tujuh tahun lamanya beliau menuntut ilmu di Pesantren ini. periodenya selanjutnya beliau meneruskan nyantri di Pondok Pesantren Kedungdoro Sepanjang Surabaya, hingga akhirnya beliau meneruskan pengembaraan ilmunya di salah satu pesantren besar di pulau Madura yang diasuh oleh seorang Ulama’ Kharismatik bernama, Syaikhona Kholil Bangkalan. Cukup lama beliau menuntut ilmu dimadura yakni sekitar 23 tahun, begitu lamanya beliau menuntut ilmu sehingga menjadikan kemampuan beliau menjadi sangat terasah dan mumpuni.
Pada saat berusia 40 tahun, KH. Abdul Karim meneruskan pencarian ilmunya di Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang Jatim, yang diasuh oleh sahabat karibnya semasa di Bangkalan Madura, KH. Hasyim Asy’ari. Hingga pada suatu ketika KH. Hasyim asy’ari menjodohkan KH. Abdul Karim dengan putri Kyai Sholeh dari Banjarmlati Kediri, akhirnya pada tahun1328 H/ 1908 M, KH. Abdul Karim menikah dengan Siti Khodijah Binti KH. Sholeh, yang kemudian dikenal dengan nama Nyai Dlomroh, dua tahun kemudian KH. Abdul karim bersama istri tercinta hijrah ketempat baru, disebuah desa terpencil yang bernama Lirboyo tepatnya pada tahun 1910 M, disinilah titik awal tumbuhnya Pondok Pesantren Lirboyo. Kemudian pada tahun 1913, KH. Abdul karim mendirikan sebuah Masjid ditengah-tengah komplek pondok, sebagai sarana ibadah dan sarana ta’lim wa taalum bagi santri. Secara garis besar Pribadi KH. Abdul karim adalah sosok yang sangat sederhana dan bersahaja, beliau gemar melakukan Riyadlah mengolah jiwa atau Tirakat, sehingga hari-hari beliau hanyalah berisi pengajian dan tirakat saja. Pada tahun 1950-an, tatkala KH. Abdul Karim menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya setelah beliau  melaksanakan ibadah haji pada tahun 1920-an, kondisi kesehatan beliau sebenarnya sudah tidak memungkinkan, namun karena keteguhan hati akhirnya keluarga mengikhlaskan kepergiannya untuk menunaikan ibadah haji, dengan ditemani sahabat akrabnya KH. Hasyim Asy’ari dan seorang dermawan asal Madiun H. Khozin.
Sosok KH. Abdul Karim adalah sosok yang sangat istiqomah dan berdisiplin dalam beribadah, bahkan dalam segala kondisi apapun dan keadaan bagaimanapun, hal ini terbukti tatkala beliau menderita sakit, beliau masih saja istiqomah untuk memberikan pengajian dan memimpin sholat berjamaah, meski harus dipapah oleh para santri. Mendung kedukaan menggelayut menaungi Lirboyo, Kepada Allah lah, sejatinya semua mahluk akan kembali, pada tahun 1954, tepatnya hari senin tanggal 21 Ramadhan 1374 H, KH. Abdul Karim berpulang kerahmatullah, beliau dimakamkan di belakang masjid Lirboyo.

KH. MARZUQI DAHLAN
Beliau lahir pada tahun 1906, di Desa Banjarmlati sebuah desa kecil di tepi sungai brantas Kota Kediri, beliau putra bungsu dari empat bersaudara, dari pasangan KH. Dahlan dan Nyai Artimah. Dibawah pengawasan langsung kakeknya KH. Sholeh Gus Zuqi kecil menerima pengajaran dasar-dasar islam seperti aqidah dan fiqh ubudiyah, tatkala menginjak usia remaja, ayahnya Kyai Dahlan meminta agar Gus Zuqi kembali ke kampung halamannya Pondok Pesantren Jampes, untuk menuntut ilmu dibawah asuhan ayah kandungnya sendiri, Gus Zuqi bersedia namun beberapa saat kemudian Gus Zuqi justru kembali ke Banjarmlati untuk menuntut ilmu disana, ketika Gus Zuqi beranjak muda, beliau pindah menuntut ilmu Di Lirboyo dibawah asuhan pamannya KH. Abdul Karim. Disinilah kemampuan berpikir Gus Zuqi semakin terasah, sehingga dalam waktu yang singkat beliau dapat memperoleh ilmu, dibawah pengawasan langsung KH. Abdul Karim. Usai menuntut ilmu di Lirboyo, Gus Zuqi meneruskan pengembaraannya di pelbagai Pondok Pesantren diantaranya Pondok Pesantren Tebu Ireng asuhan Hadlratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, Pondok Pesantren Mojosari Nganjuk, Pondok Pesantren Bendo Pare asuhan Kyai Khozin, cukup lama beliau mondok di Pare hingga beliau berumur 20-an tahun, selanjutnya beliau kembali ke kampung halamannya Jampes untuk belajar langsung ke kakaknya yakni KH. Ihsan Al-Jampasy, pengarang kitab Monumental Shirojut Tholibin dan sosok yang menguasai bidang Tashawuf.
Pada tahun 1936, KH. Marzuqi Dahlan menikah dengan Nyai Maryam binti KH Abdul Karim, namun meski telah menikah, semangat beliau dalam mengaji tidak pernah luntur sedikitpun, hal ini merupakan salah satu amanat yang telah disampaikan oleh KH Abdul karim pada KH. Marzuqi Dahlan sesaat usai aqad nikah berlangsung, sehingga himmah beliau untuk terus mendidik santri terus terjaga dan sangat istiqomah. Hingga pada tahun 1961 tahun Nyai Maryam berpulang ke Rahmatullah, meninggalkan beliau untuk selama-lamannya. Namun untuk menghapus kedukaan yang berlarut-larut, akhirnya keluarga menikahkan KH. Marzuqi Dahlan dengan Nyai Qomariyah yang tak lain adalah adik bungsu Nyai Maryam. Sosok KH. Marzuqi Dahlan adalah sosok sederhana dan sangat bersahaja hal ini terbukti dari penampilan beliau sehari-hari yang jauh dari kesan mewan dan elegan, padahal pada saat itu beliau sudah menjadi pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, hari-hari beliau hanyalah ditemani sepeda onthel usang sebagai pengantar ketika berziarah kemaqam Auila’ disekitar Kediri, bukan hanya kendaraan kediaman beliaupun terbilang sangat sederhana, yakni berdindingkan anyaman bambu, hingga pada tahun 1942 barulah keiaman beliau berganti dengan tembok.
Pada Tahun 1973 M. KH. Marzuqi Dahlan menunaikan Ibadah haji, dua tahun usai menunaikan ibadah haji, kondisi beliau mulai terganggu, hal ini bisa dimaklumi karena usia beliau yang sudah sepuh, namun meski demikian semangat beliau untuk memimipin Pesanten Lirboyo tetap terjaga, hingga pada bulan syawal pada tahun 1975, beliau jatuh sakit sehingga harus dirawat di RS. Bayangkara kediri hingga 2 minggu lamanya beliau harus dirawat. Karena tidak ada perubahan yang menggembirakan, akhirnya keluarga memutuskan untuk membawa pulang KH. Marzuqi Dahlan ke kediaman beliau, hingga pada hari Senin Tanggal 18 Nopember 1975 beliau dipanggil sang pencipta, dihadapan keluarga dan para santri yang sangat mencintainya.

KH. MAHRUS ALY
Beliau lahir pada tahun 1906 di dusun Gedongan kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon Jawa Barat, ayah beliau KH Aly bin Abdul Aziz dan ibu beliau  Hasinah binti Kyai Sa’id,  KH. Mahrus Aly adalah anak bungsu dari sembilan bersaudara. Masa kecil beliau dikenal dengan nama Rusydi, masa kecil beliau lebih banyak dijalani di tanah kelahirannya, sifat kepemimpinan beliau sudah nampak pada saat masih kecil, hingga beranjak remaja, sehari-hari beliau menuntut ilmu di surau pesantren milik keluarganya, disinilah beliau diasuh oleh ayahnya sendiri KH Aly dan kakak Kandungnya Kyai Afifi. Pada saat beliau berusia 18 tahun, beliau melanjutkan pencarian ilmunya di Pesantren Panggung Tegal, asuhan Kyai Mukhlas Kakak iparnya sendiri, disinilah kegemaran belajar ilmu Nahwu KH. Mahrus Aly semakin teruji dan mumpuni, selain itu KH. Mahrus Aly juga belajar silat pada Kyai Balya seorang jawara pencak silat asal Tegal Gubug Cirebon. Pada saat mondok di tegal inilah KH. Mahrus Aly menunaikan ibadah haji pada tahun 1927, selanjutnya KH. Mahrus Aly meneruskan pencarian ilmunya di Pesantren Kasingan Rembang Jawa Tengah yang diasuh KH. Kholil, setelah 5 tahun menuntut ilmu dipesantren ini atau sekitar tahun 1936 KH. Mahrus Aly berpindah menuntut ilmu di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, karena sudah punya bekal ilmu yang mumpuni sehingga KH. Mahrus Aly tinggal mempedalam dan tabaruqan saja, bahkan beliau diangkat menjadi Pengurus Pondok. Selama nyantri di Lirboyo beliau dikenal sebagai satri yang tak pernah letih mengaji, jika waktu libur tiba maka akan beliau gunakan untuk tabaruqan dan mengaji di Pesantren lain, seperti Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang, asuhan KH. Hasyim Asy’ari. PP. Watu congol muntilan  Magelang, asuhan Kyai Dalhar. Juga pondok pesantren Langitan tuban, Sarang dan Lasem Rembang.

Sebenarnya KH. Mahrus Aly mondok di Lirboyo tidaklah lama, hanya sekitar tiga tahun saja, namun karena kealimannya membuat KH. Abdul Karim menjadi jatuh hati, dan menjodohkannya dengan salah seorang putrinya yang bernama Zaenab. Tepatnya pada tahun 1938. kemudian pada tahun 1944 KH. Abdul karim mengutus KH. Mahrus Aly untuk membangun kediaman disebelah timur Komplek Pondok. Sepeninggal KH. Abdul Karim, KH. Mahrus Aly bersama KH. Marzuqi Dahlan meneruskan estafet kepemimpinan Pondok Pesantren Lirboyo, ditangan mereka berdualah kemajuan pesat dicapai oleh Pondok Pesantren Lirboyo, banyak santri yang berduyun-duyun untuk menuntut ilmu dan mengharapkan barokah dari KH. Marzuqi dahlan dan KH. Mahrus Aly, bahkan ditangan KH. Mahrus Aly lah, pada tahun 1966 lahir sebuah perguruan tinggi yang bernama IAIT (Institut Agama Islam Tribakti), peran serta KH. Mahrus Aly dalam usaha membangkitkan kemerdekaan juga tidak bisa diremehkan, hal ini disebabkan peran beliau dalam mengirimkan 97 santri pilihan dari pondok pesantren Lirboyo untuk menumpas sekutu di Surabaya, yang belakangan ini dikenal dengan peristiwa 10 November, hal ini juga yang menjadi embrio berdirinya Kodam V Brawijaya. Selain itu KH. Mahrus Aly juga berkiprah dalam penumpasan PKI di daerah kediri dan juga mempunyai andil yang besar dalam perkembangan Jamiyyah Nahdlotul Ulama’, bahkan beliau diangkat menjadi Rois Syuriyah Jawa trimur selama hampir 27 Tahun, hingga akhirnya diangkat menjadi anggota Mutasyar PBNU pada tahun 1985

Duka menggelayut Pondok Pesantren Lirboyo tepatnya pada hari senin tanggal 04 Maret 1985, sang istri tercinta Ibu Nyai Hj. Zaenab berpulang kerahmatullah karena sakit Tumor kandungan yang telah lama nyai derita. Sejak saat itulah kesehatan KH. Mahrus Aly mulai terganggu, bahkan banyak yang tidak tega melihat KH. Mahrus Aly terus menerus larut dalam kedukaan, hingga banyak yang menyarankan agar KH. Mahrus Aly menikah lagi supaya ada yang mengurus beliau, namun dengan sopan beliau menolaknya. Hingga puncaknya yakni pada sabtu sore pada tanggal 18 mei 1985 kesehatan beliau benar-benar terganggu, bahkan setelah opname selama 4 hari di RS Bayangkara Kediri akhirnya beliau dirujuk ke RS Dr. Soetomo Surabaya dengan menggunakan Helikopter atas perintah Pangab LB. Moerdani, manusia berusaha namun Allah Jualah yang menentukan, meskipun pelbagai upaya medis paling canggih sekalipun telah diupayakan oleh tim dokter yang terbaik di RS Dr. Soetomo surabaya, akhirnya KH. Mahrus Aly berpulang kerahmatullah, tepatnya pada Hari Ahad malam Senin Tanggal 06 Ramadlan 1405 H/ 26 Mei 1985, tepat delapan hari setelah beliau dirawat di surabaya. Berita meninggalnya KH. Mahrus Aly membuat duka yang sangat  mendalam bagi keluarga besar Pondok Pesantren Lirboyo, karena mereka semua telah kehilangan panutan yang selama ini mereka idolakan dan mereka bangga-bangakan. Beliau wafat diusia 78 tahun.

Baca kisah lengkap, biografi Masyayikh Pondok Pesantren Lirboyo, di buku 3 Tokoh Lirboyo. admin@lirboyo.com